Monday 31 March 2008

Namanya Pak Prataeng, Sopir Cekatan yang Murah Senyum



Dalam setiap perjalanan, biasanya perannya sering dilupakan. Orang juga jarang yang mengenal namanya. Padahal dialah ornag yang peling berperan penting dalam setiap perjalanan. Ya, dialah sopir, alias driver, atau pengemudi.

Sama juga dengan apa yang kami alami, seandainya salah seorang dari kami tidak ada yang bertanya siapa nama Pak Sopir, mungkin semua peserta perjalanan wisata ini tidak akan ada yang tahu. Setelah ada yang bertanya dan mencoba mengajak ngobrol dengan pengemudi yang pendiam itu, maka pada saat menjelang kami pulang ke Indonesia, Peter memperkenalkan Pak Sopir kepada kami dan setelah itu kami menjadi lebih akrab dengan beliau.

Namanya Prataeng. Usianya sudah cukup sepuh, 74 tahun. Beliau sudah 32 tahun bekerja menjadi sopir, dan 30 tahun diantaranya membawa turis-turis asing dan domestik untuk mengunjungi tempat-tempat wisata. Tepatnya sejak Thailand membuka diri sebagai daerah tujuan wisata internasional, Pak Prataeng sudah menjadi langganan banyak travel agent untuk membawa pelanggan mereka.

Sikapnya tenang. Dalam usianya yang sudah cukup lanjut, ia masih cekatan mengemudikan bis berukuran besar itu. Pandangan matanya juga masih normal. Sebenarnya ia murah senyum, namun karena lebih banyak diam, maka beberapa orang peserta tur ini menjadi segan kepadanya.

Yang paling menyenangkan bagi kami adalah sikapnya yang helpful. Dia selalu dengan cekatan mengatur tas-tas dan bawain kami dalam bagasi dengan rapi. Ia juga selalu dengan senang hati membantu mencarikan barang yang ketinggalan di tas. Dia tidak kelihatan bersungut-sungut seperti biasanya para sopir di tempat kita saat kita berulang-ulang meminta dibukakan bagasi lagi, mencari barang lagi. Ia dengan senang hati melayani dan membantu semua rombongan.

Bapak yang sudah punya anak cucu ini juga selalu tepat waktu. Selama 4 hari bersamanya, belum pernah sekalipun ia datang terlambat. Dimana kita janji, jam berapa kita kumpul, disana ia sudah standby dengan bisnya yang siap dikemudikan.

Meskipun sudah punya anak-anak yang dewasa dan semuanya sudah bekerja, ia tetap melakukan pekerjaannya dengan semangat. Dia tidak ingin menganggur saja di rumah. Katanya ingin tetap bekerja dan memanfaatkan sisa usianya untuk hal-hal yang berguna.

Pak Prataeng telah menunjukkan pelajaran kepada kami maknanya bekerja. Bahwa bekerja bukan hanya masalah mencari penghasilan. Namun bekerja adalah sebuah pilihan hidup. Bekerja adalah kepuasan batin. Karena dengan bekerja kita bisa melayani orang lain dan membantu sesama. Dengan bekerja kita bisa mengisi usia kita dengan sesuatu yang berguna. Lebih dari itu, bekerja seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh, memahami apa yang dilakukan, memberikan yang terbaik kepada profesinya. Sama seperti Pak Prataeng yang tetap cekatan, ramah dan rela membantu untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya.

Sampai ketemu di Bangkok. Sampai ketemu Pak Prataeng!

Peter Somphorn, Guide yang Cerdas dan Lucu



Ketika memperkenalkan diri, dia hanya menyebut namanya Peter. Nama yang mudah dihafal dan cukup familiar di telinga kita. Saya baru mengetahui nama lengkapnya saat ada kesempatan bincang-bincang sama pemandu wisata kami itu. Nama lengkapnya Peter Somphorn. Umurnya sekitar 35 tahun, dia lahir di sebuah desa di Thailand Utara. Masih keturunan suku Thai. Sudah 15 tahun ia menjalani profesi sebagai guide atau pemandu wisata.

Peter termasuk fasih berbahasa Indonesia. Bukan hanya kalimat-kalimat umum yang ia kuasai, kosa kata dan jargon yang ‘aneh-aneh’ juga ia bisa ucapkan dengan baik. Bahkan beberapa kosa kata bahasa prokem dengan lancar ia ucapkan. Ia juga hafal banyak lagu negeri Merah Putih ini.

Gayanya yang santai, sikapnya santun, pintar, menguasai semua seluk beluk pekerjaannya, menguasai sejarah Thailand, mulai dari geografis hingga situasi politik dan ekonominya. Dia juga humoris, mampu membuat suasana perjalanan menjadi begitu menggairahkan.

Menurut saya, Peter bukan hanya seorang pemandu. Ia adalah entertain sejati. Dia memberikan pelayanan lebih dari sekedar seorang pemandu wisata. Pekerjaannya boleh dibilang perfect. Semua perjalanan ia atur sedemikian rupa sehingga kami merasa puas dengan pelayanan yang ia berikan.

Semua jadwal terlaksana dengan baik. Bahkan ia juga menawarkan agenda-agenda tambahan jika peserta setuju. Bersamanya perjalanan terasa begitu menyenangkan. Kami pun merasa aman berwisata dengan panduan pria yang mengaku pernah sekali ke Indonesia ini.

Saat kami baru tiba di Bangkok, dia menceritakan semua latar belakang kota Bangkok. Baik sejarah maupun situasi umum. Ketika kami mengunjungi suatu tempat, dalam perjalanan kesana ia memberikan gambaran yang gamblang tentang tempat tersebut. Misalnya kita mengunjungi istana Grand Palace, dengan lancar ia menceritakan sejarah pendiriannya, kapan dibangun, dari mana material didatngkan, berapa jumlah rumpun bangunan, untuk apa istana didirikan sampai fungsi masing-masing gedung di seluruh komplek istana.

Ketika kami agak bosan karena perjalanan yang ditempuh dalam waktu lama, ia menghibur kami dengan lagu-lagu Indonesia. Dengan lancar ia menyanyikan lagu Tenda Biru-nya Desy Ratnasari, atau Madu dan Racun ala Aribowo, lagu anak-anak Sayonara, Disini Senang Disana Senang sampai Rasa Sayange. Kami merasa senang dan terhibur, karena lagu yang ia lantunkan terasa lucu dan suaranya lumayan merdu.

Sebagai seorang pemandu perjalanan, ia sepertinya memahami betul kapan saatnya orang mengantuk dan ingin tidur, kapan saatnya kami membutuhkan toilet, kapan kami merasa lapar dan harus segera makan, kapan kami harus melakukan ibadah sholat. Begitulah ia selalu memberikan solusi pada saat dibutuhkan.

Berbagai istilah-istilah penting dalam bahasa setempat juga ia ajarkan kepada kami, seperti ucapan terima kasih (koppun krap..), selamat (sawatdi krap..), toilet (hong nam) sampai sapaan seperti Nong (panggilan adik/mbak) dan seterusnya.

Bukan hanya pelayanan perjalanan yang ia berikan, kami juga mendapatkan beberapa kali suvenir darinya, mulai dari minyak nyong-nyong, massage oil sampai permen asam Bangkok sempat ia bagi-bagikan dalam beberapa kesempatan.

Yang lebih mengherankan, seakan-akan apapun kebutuhan kami ia selalu menyediakan. Saat kami kesusahan menukar uang, ia telah menyediakan banyak uang Baht di dompetnya. Saat ada yang butuh pulsa, ia menyediakan kartu perdana setempat berikut pulsanya. Saat kami kehausan ia membagikan air mineral yang telah ia siapkan.

Begitulah Peter mengajarkan kami bagaimana memberikan pelayanan more than our expectation. Mungkin inilah yang disebut customer satisfaction atau apalah istilahnya. Yang jelas pria berkacamata yang cerdas tapi juga kocak itu membuat kami kagum sekaligus merasa nyaman memiliki guide seperti dia.

Peter Somphorn, pemandu yang cerdas dan lucu itu mengantarkan kami sampai ke ruang tunggu keberangkatan di Bandara Suvarnabhumi. Terima kasih Om Peter, terima kasih atas pelayanannya dan pelajarannya. Koppun krap….

Sunday 30 March 2008

The Royal Dragon, Pelayan ber-flying-fox dan Sepatu Roda



Diferensiasi, adalah kata kuci sukses pemasaran menurut Hermawan Kertajaya. Dan rumus inilah yang rupanya diterapkan oleh The Royal Dragon, salah satu restoran terbesar di dunia yang ada di Bangkok.

Apanya yang beda?

Restoran bergaya klasik Cina ini memang memiliki banyak keunikan. Mulai dari disain bangunanannya, jenis masakannya, model penyajian dan masih banyak lagi.

Begitu tiba di halaman parkir restoran ini saya dibuat takjub dengan pemandangan yang ada di depan mata. Sebuah bangunan megah mirip kuilnya Wong Fei Hung dalam film Kungfu Master. Di bagian lobby, kami disambut seorang resepsionis dan di sebelah kirinya ada replika sertifikat Guiness Book of Records dalam ukuran besar. Rupanya ini adalah sertifikat yang diterima restoran ini pada tahun 1992 sebagai restoran terbesar di dunia.

Terbesar dalam hal apa?

Rumah makan bergaya oriental ini mampu menampung 5000 pengunjung sekaligus, menempati bangunan seluas 16.000 m2 untuk melayani pelanggannya, di luar ruang masak yang punya 9 buah dapur dan masih ada lapangan parkir seluas 13.372 m2.

Di restoran ini bekerja lebih dari 1200 orang yang terdiri atas staf, pelayanan, chef dan yang lainnya. Mempunyai 3000 jenis item makanan yang bisa dipilih dan dengan utiliti yang dimiliki: 24.500 buah piring dan 17 ribu lebih sendok dan garpu untuk menyajikan menunya.

Yang menarik bukan hanya itu. Karena luasnya area yang harus di-cover oleh para pelayanan, maka para pramusaji menggunakan sepatu roda untuk mondar-mandir dari dapur ke ruang saji. Maka jalan-jalan di sepanjang koridur menjadi riuh renah sepatu roda para pelayanan yang membawa menu sajian atau mendorong kereta berisi makanan menuju ke tempat para pelanggan. Semua pelayan berpakain khas Cina berbagai warna, lengkap dengan topi uniknya seperti yang kita lihat di film-film mandarin.

Saat sedang asyik menikmati makanan, kami dihebohkan suara orang yang bergemuruh. Ternyata tepat di samping tempat kami makan, salah seorang pelayanan sedang menggantung pada sebuah tali dari sling baja membawa mangkuk besar berisi sup panas. Ternyata pelayan tersebut mengantarkan makanan dengan cara menggantung di tali, persis seperti flying fox hanya saja ia menggunakan roda dan bisa bolak-balik dari dapur ke ruang saja atau sebaliknya.

Malam itu menjadi malam terakhir yang mengesankan di Bangkok. Paling tidak saya pernah menikmati makanan di salah satu restoran terbesar di dunia. Dan yang lebih penting lagi adalah pelajaran, bagaimana mengemas sebuah produk dan layanan sehingga menjadi kenangan yang mengesankan bagi pelanggan.

Sampai disini saya dapati hampir semua yang saya alami dan lihat di sepanjang perjalanan wisata ini adalah kenangan yang mengesankan. Memorable Expperiences.

Gajah Cerdas dan Kreatifitas Sri Racha



Setelah menikmati sajian apik seni tradisional Thailand, masih di kawasan Nong Nooch Village, kami menyaksikan atraksi gajah. Lokasinya tidak jauh dari Sanggar Pementasan Tari. Begitu selesai pertunjukan kesenian, pengunjung diarahkan menuju sebuah lapangan yang letaknya di belakang panggung. Lapangan untuk pertunjukan gajah mirip stadion sepakbola. Pengunjung duduk di tribun yang mengelilingi lapangan. Pengeras suara dan kipas angin ukuran besar menjadi pelengkap tribun sehingga pengunjung merasa nyaman.

Pertama kali serombongan gajah memasuki lapangan. Ada 17 ekor gajah mulai yang berbadan bongsor sampai yang mungil. Mereka memasuki lapangan dengan ‘bergandengan’, belalai gajah yang belakang memegang ekor gajah yang ada di depannya, begitu semuanya. Masing-masing gajah dipandu oleh pawangnya yang bersergam baju dan celana jeans warna biru.

Satu persatu pertunjukan dimulai.

Setelah sampai di lapangan, smeua gajah membuat formasi lalu melakukan adegan seperti mengucapkan salam. Kedua kaki bagian depan diangkat dan ditempelkan persis seperti orang mengucapkan ‘sawatdi krap…’ kemudian datang 2 ekor gajah yang sangat besar memasuki lapangan. Ini seperti ‘raja’ gajah karena ukurannya yang sangat besar. Gajah raksasa ini menyalami pengunjung dan mengelilingi lapangan menghadap ke tribun. Beberapa orang pengunjung diangkat dengan belalainya. Setelah itu gajah-gajah tersebut kembali memasuki kandang di belakang lapangan.

Atraksi berikutnya adalah membidik balon. 2 gajah mungil berdiri. Kurnag lebih 10 meter di depannya ada rangkaian balon. Si Pawang memberikan panah-panah kecil untuk dibidikkan ke arah balon. Atraksi lucu yang menghebohkan. Pengunjung dibikin gerr saat gajah-gajah itu gagal mencapai sasaran, sebaliknya tepuk tangan bergemuruh ketika gajah-gajah mungil itu berhasil memecahkan balon.

Berikutnya adalah pertunjukan yang sangat heboh, 2 ekor gajah naik ke sepeda roda tiga. Masing-masing mengayuh sepedanya mengelilingi lapangan.
Kemudian ada pertunjukan melukis. Ternyata gajah juga memiliki jiwa seni yang cukup bagus, lukisan mereka terbilang sangat bagus.

Yang paling menegangkan adalah saat gajah-gajah ini bermain sepakbola, melakukan shooting jarak jauh maupun tendangan pinalti. Gaya mereka juga tidak kalah heboh dengan pemain sepakbola pada umumnya. Setelah berhasil memasukkan bola ke dalam gawang, mereka melakukan aksi ‘yes…yes…yes’ seperti striker yang berhasil mencetak gol. Sang penjaga gawang juga tidak kalah heboh. Melakukan tendangan voli, memegang bola dengan belalainya lalu menendang dengan kaki kanan bagian depannya.

Secara bergantian gajah-gajah itu melakukan atraksi bermain basket, hula-hula dancing dan bermain bola bowling. Ternyata mereka juga mahir melakukan dribble dan shooting. Bahkan lemparan 3 angka pun bisa dilakukan. Saking frustasinya, salah satu gajah yang beberapa kali gagal membuat poin, ia berlari dengan 2 kaki bagian belakangnya menuju ke gawang dan memasukkan bola tepat dari atas jaring, persis seperti gaya ‘salm dunk’ pemain NBA.

Sebagai penghujung pertunjukan ini, gajah-gajah melakukan atraksi berjalan melewati para pengunjung yang sebelumnya dipersilakan tidur di atas tikar yang disusun berjajar-jajar di tengah lapangan. Gajah-gajah secara bergantian berjalan melewati orang ini. Tidak ada yang terinjak tentunya, malah beberapa gajah bercanda dengan pura-pura menginjakkan kakinya di bagian perut dan dada pengunjung yang jadi relawan kemudian melewatinya.

Setelah menyaksikan atraksi gajah di Nong Nooch, kami juga masih mendapatkan suguhan atraksi binatang-binatang cerdas ini di Sri Racha Tiger Zoo yang letaknya kurang lebih 100 km dari Nong Nooch.

Mungkin jika Anda mencari Tiger Education Centre dan Crocodile Ed. Centre terbesar cuma ada di Thailand, ya tempatnya di Sri Racha ini. Pusat pelatihan ini disiain dengan sedemikian rupa sehingga para binatang cerdas ini dilatih sejak bayi.
Di Sri Racha, kami menyaksikan pertunjukan buaya. Disana ada 2 orang laki-laki dan perempuan yang melakukan atraksi di dalam kandang seperti rawa buatan berisi 6 ekor buaya berukuran besar. Dua orang ini melakukan pertunjukan yang membuat kami berdebar-debar. Bagaimana tidak, secara bergantian mereka memasukkan tangan ke mulut buaya, tidur di sampingnya, terlentang di punggung buaya sampai memasukkan kepala mereka ke mulut buaya yang sedang menganga, lengkap dengan gigi-giginya yang menyeringai tajam.

Di sana juga kami menikmati atraksi harimau yang pandai membuat formasi, naik ke atas kursi-kursi tinggi dan melompat melewati ring api.

Terakhir ada pertnjukan pig racing, yaitu balapan babi yang sering kita lihat di televisi. Yang menakjubkan adalah ada babi yang pandai berhitung. Bahkan saat ada pengunjung yang memberikan soal matematika berupa penjumlahan, pengurangan atau pembagian angka, si babi mengambil angka yang ada dalam deratan banyak angka sebagai jawaban dari soal tersebut.

Melihat semua atraksi ini saya jadi berfikir. Sebenarnya kalau kebun binatang di Indonesia juga banyak. Yang membuat berbeda adalah kemasannya. Mungkin dari sisi jumlah, buaya yang ada di Medan jauh lebih banyak dan ukurannya juga banyak yang lebih besar, namun di Medan kita hanya melihat buaya yang ada di rawa, tidak dalam bentuk pertunjukan. Begitu juga dengan binatang lain yang ada di kebun binatang kita. Yang berbeda adalah kreatifitas dalam menyajikan sebuah pertunjukan sehingga menarik orang untuk datang dan berkesan ketika menyaksikannya.