Monday 31 March 2008

Namanya Pak Prataeng, Sopir Cekatan yang Murah Senyum



Dalam setiap perjalanan, biasanya perannya sering dilupakan. Orang juga jarang yang mengenal namanya. Padahal dialah ornag yang peling berperan penting dalam setiap perjalanan. Ya, dialah sopir, alias driver, atau pengemudi.

Sama juga dengan apa yang kami alami, seandainya salah seorang dari kami tidak ada yang bertanya siapa nama Pak Sopir, mungkin semua peserta perjalanan wisata ini tidak akan ada yang tahu. Setelah ada yang bertanya dan mencoba mengajak ngobrol dengan pengemudi yang pendiam itu, maka pada saat menjelang kami pulang ke Indonesia, Peter memperkenalkan Pak Sopir kepada kami dan setelah itu kami menjadi lebih akrab dengan beliau.

Namanya Prataeng. Usianya sudah cukup sepuh, 74 tahun. Beliau sudah 32 tahun bekerja menjadi sopir, dan 30 tahun diantaranya membawa turis-turis asing dan domestik untuk mengunjungi tempat-tempat wisata. Tepatnya sejak Thailand membuka diri sebagai daerah tujuan wisata internasional, Pak Prataeng sudah menjadi langganan banyak travel agent untuk membawa pelanggan mereka.

Sikapnya tenang. Dalam usianya yang sudah cukup lanjut, ia masih cekatan mengemudikan bis berukuran besar itu. Pandangan matanya juga masih normal. Sebenarnya ia murah senyum, namun karena lebih banyak diam, maka beberapa orang peserta tur ini menjadi segan kepadanya.

Yang paling menyenangkan bagi kami adalah sikapnya yang helpful. Dia selalu dengan cekatan mengatur tas-tas dan bawain kami dalam bagasi dengan rapi. Ia juga selalu dengan senang hati membantu mencarikan barang yang ketinggalan di tas. Dia tidak kelihatan bersungut-sungut seperti biasanya para sopir di tempat kita saat kita berulang-ulang meminta dibukakan bagasi lagi, mencari barang lagi. Ia dengan senang hati melayani dan membantu semua rombongan.

Bapak yang sudah punya anak cucu ini juga selalu tepat waktu. Selama 4 hari bersamanya, belum pernah sekalipun ia datang terlambat. Dimana kita janji, jam berapa kita kumpul, disana ia sudah standby dengan bisnya yang siap dikemudikan.

Meskipun sudah punya anak-anak yang dewasa dan semuanya sudah bekerja, ia tetap melakukan pekerjaannya dengan semangat. Dia tidak ingin menganggur saja di rumah. Katanya ingin tetap bekerja dan memanfaatkan sisa usianya untuk hal-hal yang berguna.

Pak Prataeng telah menunjukkan pelajaran kepada kami maknanya bekerja. Bahwa bekerja bukan hanya masalah mencari penghasilan. Namun bekerja adalah sebuah pilihan hidup. Bekerja adalah kepuasan batin. Karena dengan bekerja kita bisa melayani orang lain dan membantu sesama. Dengan bekerja kita bisa mengisi usia kita dengan sesuatu yang berguna. Lebih dari itu, bekerja seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh, memahami apa yang dilakukan, memberikan yang terbaik kepada profesinya. Sama seperti Pak Prataeng yang tetap cekatan, ramah dan rela membantu untuk memberikan kepuasan kepada pelanggannya.

Sampai ketemu di Bangkok. Sampai ketemu Pak Prataeng!

Peter Somphorn, Guide yang Cerdas dan Lucu



Ketika memperkenalkan diri, dia hanya menyebut namanya Peter. Nama yang mudah dihafal dan cukup familiar di telinga kita. Saya baru mengetahui nama lengkapnya saat ada kesempatan bincang-bincang sama pemandu wisata kami itu. Nama lengkapnya Peter Somphorn. Umurnya sekitar 35 tahun, dia lahir di sebuah desa di Thailand Utara. Masih keturunan suku Thai. Sudah 15 tahun ia menjalani profesi sebagai guide atau pemandu wisata.

Peter termasuk fasih berbahasa Indonesia. Bukan hanya kalimat-kalimat umum yang ia kuasai, kosa kata dan jargon yang ‘aneh-aneh’ juga ia bisa ucapkan dengan baik. Bahkan beberapa kosa kata bahasa prokem dengan lancar ia ucapkan. Ia juga hafal banyak lagu negeri Merah Putih ini.

Gayanya yang santai, sikapnya santun, pintar, menguasai semua seluk beluk pekerjaannya, menguasai sejarah Thailand, mulai dari geografis hingga situasi politik dan ekonominya. Dia juga humoris, mampu membuat suasana perjalanan menjadi begitu menggairahkan.

Menurut saya, Peter bukan hanya seorang pemandu. Ia adalah entertain sejati. Dia memberikan pelayanan lebih dari sekedar seorang pemandu wisata. Pekerjaannya boleh dibilang perfect. Semua perjalanan ia atur sedemikian rupa sehingga kami merasa puas dengan pelayanan yang ia berikan.

Semua jadwal terlaksana dengan baik. Bahkan ia juga menawarkan agenda-agenda tambahan jika peserta setuju. Bersamanya perjalanan terasa begitu menyenangkan. Kami pun merasa aman berwisata dengan panduan pria yang mengaku pernah sekali ke Indonesia ini.

Saat kami baru tiba di Bangkok, dia menceritakan semua latar belakang kota Bangkok. Baik sejarah maupun situasi umum. Ketika kami mengunjungi suatu tempat, dalam perjalanan kesana ia memberikan gambaran yang gamblang tentang tempat tersebut. Misalnya kita mengunjungi istana Grand Palace, dengan lancar ia menceritakan sejarah pendiriannya, kapan dibangun, dari mana material didatngkan, berapa jumlah rumpun bangunan, untuk apa istana didirikan sampai fungsi masing-masing gedung di seluruh komplek istana.

Ketika kami agak bosan karena perjalanan yang ditempuh dalam waktu lama, ia menghibur kami dengan lagu-lagu Indonesia. Dengan lancar ia menyanyikan lagu Tenda Biru-nya Desy Ratnasari, atau Madu dan Racun ala Aribowo, lagu anak-anak Sayonara, Disini Senang Disana Senang sampai Rasa Sayange. Kami merasa senang dan terhibur, karena lagu yang ia lantunkan terasa lucu dan suaranya lumayan merdu.

Sebagai seorang pemandu perjalanan, ia sepertinya memahami betul kapan saatnya orang mengantuk dan ingin tidur, kapan saatnya kami membutuhkan toilet, kapan kami merasa lapar dan harus segera makan, kapan kami harus melakukan ibadah sholat. Begitulah ia selalu memberikan solusi pada saat dibutuhkan.

Berbagai istilah-istilah penting dalam bahasa setempat juga ia ajarkan kepada kami, seperti ucapan terima kasih (koppun krap..), selamat (sawatdi krap..), toilet (hong nam) sampai sapaan seperti Nong (panggilan adik/mbak) dan seterusnya.

Bukan hanya pelayanan perjalanan yang ia berikan, kami juga mendapatkan beberapa kali suvenir darinya, mulai dari minyak nyong-nyong, massage oil sampai permen asam Bangkok sempat ia bagi-bagikan dalam beberapa kesempatan.

Yang lebih mengherankan, seakan-akan apapun kebutuhan kami ia selalu menyediakan. Saat kami kesusahan menukar uang, ia telah menyediakan banyak uang Baht di dompetnya. Saat ada yang butuh pulsa, ia menyediakan kartu perdana setempat berikut pulsanya. Saat kami kehausan ia membagikan air mineral yang telah ia siapkan.

Begitulah Peter mengajarkan kami bagaimana memberikan pelayanan more than our expectation. Mungkin inilah yang disebut customer satisfaction atau apalah istilahnya. Yang jelas pria berkacamata yang cerdas tapi juga kocak itu membuat kami kagum sekaligus merasa nyaman memiliki guide seperti dia.

Peter Somphorn, pemandu yang cerdas dan lucu itu mengantarkan kami sampai ke ruang tunggu keberangkatan di Bandara Suvarnabhumi. Terima kasih Om Peter, terima kasih atas pelayanannya dan pelajarannya. Koppun krap….

Sunday 30 March 2008

The Royal Dragon, Pelayan ber-flying-fox dan Sepatu Roda



Diferensiasi, adalah kata kuci sukses pemasaran menurut Hermawan Kertajaya. Dan rumus inilah yang rupanya diterapkan oleh The Royal Dragon, salah satu restoran terbesar di dunia yang ada di Bangkok.

Apanya yang beda?

Restoran bergaya klasik Cina ini memang memiliki banyak keunikan. Mulai dari disain bangunanannya, jenis masakannya, model penyajian dan masih banyak lagi.

Begitu tiba di halaman parkir restoran ini saya dibuat takjub dengan pemandangan yang ada di depan mata. Sebuah bangunan megah mirip kuilnya Wong Fei Hung dalam film Kungfu Master. Di bagian lobby, kami disambut seorang resepsionis dan di sebelah kirinya ada replika sertifikat Guiness Book of Records dalam ukuran besar. Rupanya ini adalah sertifikat yang diterima restoran ini pada tahun 1992 sebagai restoran terbesar di dunia.

Terbesar dalam hal apa?

Rumah makan bergaya oriental ini mampu menampung 5000 pengunjung sekaligus, menempati bangunan seluas 16.000 m2 untuk melayani pelanggannya, di luar ruang masak yang punya 9 buah dapur dan masih ada lapangan parkir seluas 13.372 m2.

Di restoran ini bekerja lebih dari 1200 orang yang terdiri atas staf, pelayanan, chef dan yang lainnya. Mempunyai 3000 jenis item makanan yang bisa dipilih dan dengan utiliti yang dimiliki: 24.500 buah piring dan 17 ribu lebih sendok dan garpu untuk menyajikan menunya.

Yang menarik bukan hanya itu. Karena luasnya area yang harus di-cover oleh para pelayanan, maka para pramusaji menggunakan sepatu roda untuk mondar-mandir dari dapur ke ruang saji. Maka jalan-jalan di sepanjang koridur menjadi riuh renah sepatu roda para pelayanan yang membawa menu sajian atau mendorong kereta berisi makanan menuju ke tempat para pelanggan. Semua pelayan berpakain khas Cina berbagai warna, lengkap dengan topi uniknya seperti yang kita lihat di film-film mandarin.

Saat sedang asyik menikmati makanan, kami dihebohkan suara orang yang bergemuruh. Ternyata tepat di samping tempat kami makan, salah seorang pelayanan sedang menggantung pada sebuah tali dari sling baja membawa mangkuk besar berisi sup panas. Ternyata pelayan tersebut mengantarkan makanan dengan cara menggantung di tali, persis seperti flying fox hanya saja ia menggunakan roda dan bisa bolak-balik dari dapur ke ruang saja atau sebaliknya.

Malam itu menjadi malam terakhir yang mengesankan di Bangkok. Paling tidak saya pernah menikmati makanan di salah satu restoran terbesar di dunia. Dan yang lebih penting lagi adalah pelajaran, bagaimana mengemas sebuah produk dan layanan sehingga menjadi kenangan yang mengesankan bagi pelanggan.

Sampai disini saya dapati hampir semua yang saya alami dan lihat di sepanjang perjalanan wisata ini adalah kenangan yang mengesankan. Memorable Expperiences.

Gajah Cerdas dan Kreatifitas Sri Racha



Setelah menikmati sajian apik seni tradisional Thailand, masih di kawasan Nong Nooch Village, kami menyaksikan atraksi gajah. Lokasinya tidak jauh dari Sanggar Pementasan Tari. Begitu selesai pertunjukan kesenian, pengunjung diarahkan menuju sebuah lapangan yang letaknya di belakang panggung. Lapangan untuk pertunjukan gajah mirip stadion sepakbola. Pengunjung duduk di tribun yang mengelilingi lapangan. Pengeras suara dan kipas angin ukuran besar menjadi pelengkap tribun sehingga pengunjung merasa nyaman.

Pertama kali serombongan gajah memasuki lapangan. Ada 17 ekor gajah mulai yang berbadan bongsor sampai yang mungil. Mereka memasuki lapangan dengan ‘bergandengan’, belalai gajah yang belakang memegang ekor gajah yang ada di depannya, begitu semuanya. Masing-masing gajah dipandu oleh pawangnya yang bersergam baju dan celana jeans warna biru.

Satu persatu pertunjukan dimulai.

Setelah sampai di lapangan, smeua gajah membuat formasi lalu melakukan adegan seperti mengucapkan salam. Kedua kaki bagian depan diangkat dan ditempelkan persis seperti orang mengucapkan ‘sawatdi krap…’ kemudian datang 2 ekor gajah yang sangat besar memasuki lapangan. Ini seperti ‘raja’ gajah karena ukurannya yang sangat besar. Gajah raksasa ini menyalami pengunjung dan mengelilingi lapangan menghadap ke tribun. Beberapa orang pengunjung diangkat dengan belalainya. Setelah itu gajah-gajah tersebut kembali memasuki kandang di belakang lapangan.

Atraksi berikutnya adalah membidik balon. 2 gajah mungil berdiri. Kurnag lebih 10 meter di depannya ada rangkaian balon. Si Pawang memberikan panah-panah kecil untuk dibidikkan ke arah balon. Atraksi lucu yang menghebohkan. Pengunjung dibikin gerr saat gajah-gajah itu gagal mencapai sasaran, sebaliknya tepuk tangan bergemuruh ketika gajah-gajah mungil itu berhasil memecahkan balon.

Berikutnya adalah pertunjukan yang sangat heboh, 2 ekor gajah naik ke sepeda roda tiga. Masing-masing mengayuh sepedanya mengelilingi lapangan.
Kemudian ada pertunjukan melukis. Ternyata gajah juga memiliki jiwa seni yang cukup bagus, lukisan mereka terbilang sangat bagus.

Yang paling menegangkan adalah saat gajah-gajah ini bermain sepakbola, melakukan shooting jarak jauh maupun tendangan pinalti. Gaya mereka juga tidak kalah heboh dengan pemain sepakbola pada umumnya. Setelah berhasil memasukkan bola ke dalam gawang, mereka melakukan aksi ‘yes…yes…yes’ seperti striker yang berhasil mencetak gol. Sang penjaga gawang juga tidak kalah heboh. Melakukan tendangan voli, memegang bola dengan belalainya lalu menendang dengan kaki kanan bagian depannya.

Secara bergantian gajah-gajah itu melakukan atraksi bermain basket, hula-hula dancing dan bermain bola bowling. Ternyata mereka juga mahir melakukan dribble dan shooting. Bahkan lemparan 3 angka pun bisa dilakukan. Saking frustasinya, salah satu gajah yang beberapa kali gagal membuat poin, ia berlari dengan 2 kaki bagian belakangnya menuju ke gawang dan memasukkan bola tepat dari atas jaring, persis seperti gaya ‘salm dunk’ pemain NBA.

Sebagai penghujung pertunjukan ini, gajah-gajah melakukan atraksi berjalan melewati para pengunjung yang sebelumnya dipersilakan tidur di atas tikar yang disusun berjajar-jajar di tengah lapangan. Gajah-gajah secara bergantian berjalan melewati orang ini. Tidak ada yang terinjak tentunya, malah beberapa gajah bercanda dengan pura-pura menginjakkan kakinya di bagian perut dan dada pengunjung yang jadi relawan kemudian melewatinya.

Setelah menyaksikan atraksi gajah di Nong Nooch, kami juga masih mendapatkan suguhan atraksi binatang-binatang cerdas ini di Sri Racha Tiger Zoo yang letaknya kurang lebih 100 km dari Nong Nooch.

Mungkin jika Anda mencari Tiger Education Centre dan Crocodile Ed. Centre terbesar cuma ada di Thailand, ya tempatnya di Sri Racha ini. Pusat pelatihan ini disiain dengan sedemikian rupa sehingga para binatang cerdas ini dilatih sejak bayi.
Di Sri Racha, kami menyaksikan pertunjukan buaya. Disana ada 2 orang laki-laki dan perempuan yang melakukan atraksi di dalam kandang seperti rawa buatan berisi 6 ekor buaya berukuran besar. Dua orang ini melakukan pertunjukan yang membuat kami berdebar-debar. Bagaimana tidak, secara bergantian mereka memasukkan tangan ke mulut buaya, tidur di sampingnya, terlentang di punggung buaya sampai memasukkan kepala mereka ke mulut buaya yang sedang menganga, lengkap dengan gigi-giginya yang menyeringai tajam.

Di sana juga kami menikmati atraksi harimau yang pandai membuat formasi, naik ke atas kursi-kursi tinggi dan melompat melewati ring api.

Terakhir ada pertnjukan pig racing, yaitu balapan babi yang sering kita lihat di televisi. Yang menakjubkan adalah ada babi yang pandai berhitung. Bahkan saat ada pengunjung yang memberikan soal matematika berupa penjumlahan, pengurangan atau pembagian angka, si babi mengambil angka yang ada dalam deratan banyak angka sebagai jawaban dari soal tersebut.

Melihat semua atraksi ini saya jadi berfikir. Sebenarnya kalau kebun binatang di Indonesia juga banyak. Yang membuat berbeda adalah kemasannya. Mungkin dari sisi jumlah, buaya yang ada di Medan jauh lebih banyak dan ukurannya juga banyak yang lebih besar, namun di Medan kita hanya melihat buaya yang ada di rawa, tidak dalam bentuk pertunjukan. Begitu juga dengan binatang lain yang ada di kebun binatang kita. Yang berbeda adalah kreatifitas dalam menyajikan sebuah pertunjukan sehingga menarik orang untuk datang dan berkesan ketika menyaksikannya.

Nong Nooch, si Gadis Manis Sejuta Pesona



Sewaktu masih bertugas di Tanjung Balai Karimun, saya pernah menulis sebuah artikel tentang desa wisata. Di Karimun ada sebuah desa yang memiliki pemandangan eksotik dan kaya dengan sejarah budaya Melayu, namanya Desa Pulau Tulang. Saya membayangkan desa Tulang akan menjadi kawasan wisata terpadu dengan mengandalkan ragam budaya Melayu, taman bunga dan permainan tradisionalnya (http://karimun-bangkit.blogspot.com) sehingga menjadi ikon budaya bagi pariwisata di Kabupaten Karimun.

Ternyata bayangan itu saya temukan di Nong Nooch, sebuah desa indah yang menjadi obyek wisata andalan Thailand. Terletak tidak jauh dari Pattaya, sekitar 15 km arah tenggara.

Nong Nooch dalam bahasa Thai dibaca ‘nong nut’ artinya Gadis Manis. Dan memang Nong Nooch Village semanis namanya.

Memasuki kawasan wisata ini kami disuguhi pemandangan indah beranka ragam bunga. Sepanjang jalan dari batas desa sampai ke lokasi wisata (pentas tari tradisional dan pertunjukan gajah) warna-warni bunga menghiasi sepanjang jalan. Beraneka ragam jenis bunga, dari bogenvil, anggrek, kamboja, dan entah bunga apa lagi saya tidak terlalu hafal namanya. Yang jelas berwarna-warni dan indah dipandang.

Setelah bis berhenti, kami mendapatkan pemandangan indah bangunan yang dibuat dari kumpulan benda mirip guci atau semacamnya yang disusun membentuk aneka bangunan, hiasan taman, gajah, tuk-tuk dan banyak lagi. Tersusun dengan begitu indah. Di sini juga ada binatang-binatang yang jinak disiapkan untuk foto bersama. Ada burung, orang utan, monyet, sampai anak harimau. Di bagian belakang ada kebun anggrek dan aneka bunga yang sangat indah dan tertata rapi. Luasnya mencapai 2 hektar. Jadi pengunjung bisa dengan puas menikmati pemandangan aneka bunga.

Menuju rumah tradisional Thai dan tempat pementasan tari, kami juga disuguhi pemandangan aneka bunga. Sekali lagi sangat menakjubkan. Taman bunga yang terhampar begitu luas dan indahnya. Saya membayangkan seperti di negeri Belanda yang banyak bunga tulipnya. Para wisatawan memilih tempat mereka untuk berfoto dengan background aneka bunga pilihan masing-masing.

Acara pentas seni segera dimulai. Kami bergegas menuju tempat tersebut.
Sebagai tari pembuka seperti layaknya tari persembahan. Ada puluhan penari yang tampil dengan busana tradisional mereka. Ada seorang putri di tengah-tengah para penari lain. Seni tradisional ini ingin menunjukkan ragam dan kekayaan budaya Thailand, buktinya disana ada barongsai dan ada wayang, sebuah perpaduan budaya asia bagian utara dan selatan.

Selanjutnya berbagai ragam budaya ditampilkan. Mulai dari Thai Boxing, pertunjukan tabuh bedug yang sangat rancak (jadi teringat rampak kendang-nya jawa Barat) sampai berbagai jenis dari pergaulan muda-mudi Thailand. Yang tidak kalah menarik adalah figthing show yang menampilkan perang tradisional, ada yang dengan pedang, tangan kosong, toya, boxing sampai perang gajah.

Menyaksikan tari tradisional ini membuat saya menikmati perjalanan wisata ini. Ternyata Thailand tidak hanya mengandalkan woman show atau show-show yang banyak kita temukan di Pattaya saja, melainkan juga kekayaan ragam budaya yang memikat. Setelah menikmati sajian tari tradisional kami menuju tempat pertunjukan gajah dan kemudian makan siang di restoran yang tidak jauh dari sini. Masih di Nong Nooch Village, sebuah desa dengan sejuta pesona.

Thepprasit Honey dan Seribu Khasiat



Dalam perjalanan ke Bangkok dari Pattaya, kami singgah di sebuah perusahaan pengolahan madu yang bernama Thepprasit Project Co. Ltd. Mereka mengolah 3 jenis makanan yang memiliki kmiripan yaitu Madu, Bee Pollen dan Royal Jelly.

Begitu sampai di halaman kantor sederhana itu, kami diajak masuk ke kantor dan langsung dipersilakan duduk di sebuah ruang pertemuan di lantai 2. Meeting room sederhana, dan tidak menunjukkan bahwa ini sebuah kantor perusahaan internasional. Peralatan kantor yang biasa, hanya ada beberapa komputer di meja kerja staf. Ruang pertemuan yang berkapasitas sekitar 25 orang memang pas dengan jumlah kami. Hidangan minuman dari madu langsung kami minum dan menjadi penyegar tenggorokan kami yang sudah haus dari tadi.

Seorang wanita setengah baya, berumur kurang lebih 40 tahun menyapa kami dan dia mempersilakan kami meminum madu yang terhidang di meja.
Dengan berbahasa Indonesia cukup lancar, Ia mulai memperkenalkan diri dan menyatakan akan menceritakan beberapa hal tentang madu, bee pollen dan royal jelly.

Madu yang diproduksi Thepprasit Corporation ini tidak berasal dari lebah seperti pada umumnya, melainkan berasal dari bunga opium yang ditanam di daerah utara Thailand, tepatnya di kawasan Chiang Ray. Berbeda dengan opium yang dijadikan narkoba, madu dari opium ini tidak membuat ketagihan dan sama sekali tidak berbahaya malah justru memiliki khasiat yang banyak dan sangat bermanfaat. Opium yang dijadikan narkoba itu dibuat dari buah opium, tapi madu traprasit dibuat dari bunganya.

Meminum madu ini denegan teratur dan komposisi yang tepat dapat menyembuhkan panas dalam, mencegah inveksi, menetralisir oksidan dan menyembuhkan sariawan atau panas dalam. Minum madu juga baik bagi perokok untuk menetraslisir nikotin dan mencegah kanker paru-paru.

Namun ada syarat khusus dalam penyajian madu ini, yaitu tidak boleh menggunakan sendok dari bahan besi dan tidak boleh dicampur dengan air panas. Keduanya akan menghilangkan kandungan madu dan kandungan dalam besi yang bersenyawa dengan madu akan menghilangkan khasiatnya.

Bee Pollen dihasilkan dari jejak kaki lebah yang tertinggal di sarangnya. Bee Pollen juga memiliki kandungan yang bermanfaat banyak untuk manusia. Ada 22 jenis viatamin yang terkandung dalam bee pollen, membersihkan usus, membakar lemak, menyembuhkan keluhan prostat dan penyakit saluran pembuangan.

Sedangkan Royal Jelly dihasilkan dari susu lebah. Karena berasal dari susu, maka royal jelly sangat bermanfaat bagi pertumbuhan, membuat awet muda, mencegah penuaan dan monopause, meremajakan dan mengencangkan kulit. Royal jelly juga bisa dijadikan masker atau scrub wajah, menghilangkan jerawat dan mengganti darah kotor. Untuk mengatasi rasa sakit, minum royal jelly dapat menghilangkan rematik, asam urat, sakit maag dan baik juga untuk orang hamil, memperbaiki kualitas sperma dan meningkatkan kecerdasan otak. Disarankan untuk dijadikan multivitamin bagi anak-anak.

Demikianlah ibu setengah baya itu menerangkan dengan jelas apa dan bagaimana serta manfaat dari ketiga jenis produk yang ada di tempatnya bekerja itu. Setelah menjelaskan manfaat dan khasiatnya, ia lalu mempersilakan kami mencoba masing-masing produk tersebut.

Entah karena terpikat cara menjelaskannya yang sangat baik atau karena memahami manfaat ketiga jenis produk dari lebah itu sehingga sebagian besar dari kami membeli produk yang harganya cukup terjangkau, antara 650-3000 Baht.

Sesaat kemudian ada beberapa orang wanita muda yang membantu Ibu tadi untuk melayani pembelian kami. Mereka membawakan madu, bee pollen dan royal jelly dalam beberapa ukuran kemasan, memberikan kuitansi dan langsung melakukan transaksi di ruang pertemuan tersebut. Untuk pembelian dalam jumlah tertentu, misalnya 3000 Baht, pembeli mendapatkan bonus madu kemasan 60 ml.

Berbeda dengan cara menawarkan barang pada saat di pusat permata Gems Gallery yang dikemas dengan begitu mengesankan dengan visualisasi 3 dimensi, disini kami hanya mendengarkan penjelasan dari seorang wanita setengah baya namun juga membuat kami terkesan. Mungkin karena cara penyampaiannya yang lancar dan sikapnya yang bersahabat, atau karena penjelasan yang gamblang atas manfaat ari produk yang ditawarkan sehingga membuat kami terpengaruh untuk membeli.

Saya yang sudah berencana untuk tidak berbelanja lagi, tiba-tiba menyetujui untuk membeli madu dalam kemasan 1000 gram yang harganya 970 Baht. Saat itu juga saya menukarkan uang 50 USD yang masih ada di dompet menjadi Baht Thailand untuk membayar madu yang akan saya jadikan oleh-oleh untuk ayah tercinta.

Permata dan Simbol Cinta di Gems Gallery



Permata adalah salah satu simbol kemewahan, kemurnian, keanggunan dan juga cinta. Begitulah salah satu ungkapan yang disampaikan narator dalam sebuah perjalanan menyelusuri gua ‘permata’ di Gems Gallery Pattaya, Chonburi.
Kali ini kami mengunjungin sebuah galeri permata terbesar di dunia, Gems Gallery namanya.

Seperti biasa, begitu kami menginjakkan kaki di lobby galeri yang semewah hotel berbintang ini, kami disambut oleh para nong-nong (gadis-gadis) cantik yang mengucapkan salam seraya mengatupkan telapak tangannya di depan wajahnya sambil sedikit menundukkan kepala dan mengucapkan: sawatdi ka….

Kami kemudian dibawa ke sebuah tempat mirip stasiun kereta. Kami dipersilakan naik ke sebuah kereta listrik berkapasitas 8 orang. 4 orang di sebelah kiri dan 4 lainnya disebelah kanan. Di depan kursi ada tombol bergambar bendera negara-negara, salah satunya merah-putih. Ternyata itu adalah pilihan bahasa pengantar untuk narator.

Saat kereta listrik berkecapatan rendah itu berjalan, sang narator mulai berbicara lewat speaker yang ada persis di samping telinga. Suara lembut seorang wnaita itu menceritakan bagaimana sejarah terbentuknya batu permata. Kereta itu melewati sebuah terowongan gelap mirip sebuah gua. Ada beberapa tempat kereta berhenti dan disana kita melihat sebuah visualisasi 3 dimensi yang menakjubkan.

Beberapa saat kemudian kereta berhenti. Di samping kiri kami ada sebuah gunung berapi yang sedang memuntahkan lahar. Suara gemuruh dan bunyi tanah yang bergerak serta cahaya-cahaya seperti api yang menyala dan bara yang muncul dari balik tanah-tanah yang bergerak membuat kami seakan-akan benar-benar mengalami peristiwa gunung berapi.

Dari speaker yang ada pada sandaran kursi, narator menceritakan bahwa proses ini terjadi ratusan tahun sampai jutaan tahun silam. Gunung berapi yang memuntahkan lahar secara terus menerus. Lahar itu menggumpal dan sebagian gumpalan lahar yang menempel di dinding-dinding gua menjadi stalaktit dan stalakmit dalam periode ratusan tahun ada yang menjadi gumpalan-gumpalan batu mulia.

Kereta berjalan lagi. Sesaat kemudian kami berada dalam sebuah gua dengan stalaktit dan stalakmit yang berjajar di kanan-kiri kami. Beberapa diantara batu-batu yang menghujam itu ada yang berkilauan memantulkan warna merah, biru dan hijau.
Di pemberhentian berikutnya, kami seakan-akan berada dalam sebuah gua penggalian batu permata. Ada orang yang sedang mencangkul gua, memukul dinding batu untuk mencari batu-batu mulia. Mereka kemudian mengumpulkannya ke dalam sebuah ember. Seorang yang lain mendorong kereta mengambil batu-batu yang terkumpul lalu memasukkan ke dalam wadah lainnya yang tergantung pada sebuah tali. Di atas mereka teman-temannya menarik tali ke atas dan mengumpulkan batu-batu tersebut. Batu yang terkumpul akan dipilah-pilah oleh ahli permata untuk dipisahkan mana batu yang berharga mana yang tidak. Kemudian batu-batu itu dibawa untuk diolah menjadi batu mulia.

Pada pemberhentiian berikutnya ditunjukkan bagaimana metode yang lebih mudah dalam mengumpulkan permata. Dengan proses hidrolik, seorang menyiram dinding tebing dengan air, lalu air dialirkan dengan benda mirip talang, dikumpulkan ke sebuah penampungan di bagian bawah, lalu dengan peralatan sederhana, batu-batu itu langsung dipilah-pilah.

Visualisasi berikutnya menunjukkan bagaimana permata berbagai jenis itu diolah dan dibentuk sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Ada yang dijadikan perhiasan, ada yang dijadikan aksesoris pakaian raja, variasi pada bangunan istana juga untuk menghias kuil dan tempat peribahdahan. Benda-benada kerajaan seperti mahkota, tongkat raja, baju kebesaran dan berbagai kebutuhan lainnya.

Juga ditunjukkan bagaimana pengolahan dan pengguaan permata itu memiliki variasi yang berbeda-beda di berbagai negara. Ada yang dijadikan hiasan pada tenunan kain, ada dijadikan hiasan topi, selendang dan lain sebagainya. Bentuk permata juga bermacam-macam. Ada yang berbentuk prisma segitiga, kotak, kubus, bulat dan lainnya yang menurut inventarisasi mereka ada 154 jenis bentuk permata.

Logam mulia juga menjadi lambang kemakmuran sebuah negara. Dalam perjalanan kereta itu ditunjukkan bagaimana kebesaran negeri-negeri masa lalu yang selalu ditunjukkan melalui hiasan dari permata. Ada replika bangunan-bangunan di Mesir, patung raja-raja dan perlengkapan istana yang berhiaskan permata. Demikian juga ada replika dari negeri Cina, India, Roma dan seterusnya.

Pada sebuah pemberhentian berikutnya ada sebuah screen yang meunjukkan bagaimana permata menjadi lambang ungkapan cinta dari berbagai generasi. Permata yang menjadi simbol ungkapan cinta kepada orang-orang yang disayang. Visualisasi yang ingin menggiring para pengunjung agar membawa oleh-oleh permata untuk orang-orang tercinta mereka.

Bagian teakhir petualangan di gua permata ini ditunjukkan bagaimana proses pengolahan permata yang membutuhkan akurasi perhitungan, ketelitian, ketajaman dalam intuisi dan kesabaran. Ini menunjukkan betapa bernilai dan berharganya sebuah permata. Berbeda dengan visualisasi pada pemberhentian sebelumnya yang ‘alami’, disini visualisasi lebih futuristik dan menunjukkan kecanggihan teknologi. Mereka seakan-akan ingin menunjukkan bahwa galeri ini menggabungkan proses alami an kecanggihan teknologi dalam mengolah permata. Disini juga disampaikan bahwa Gems Gallery memiliki 4 cabang di 4 kota, Bangkok, Pattaya, Phuket dan Chiang May.

Keluar dari ‘gua’, kereta berhenti di sebuah ‘stasiun’ khusus. Kemudian kami dibawa melewati para pekerja yang sedang dengan tekun mengolah permata menjadi berbagai macam bentuk. Ada ratusan pekerja laki-laki dan perempuan dengan peralatan mereka sedang membentuk batu-batu mulia itu, memasannya pada cincin, kalung, dan perhiasan lainnya. Jenis logam mulia yang diolah juga bermacam-macam, ada ruby, diamond, gold, silver, jade dan logam jenis lain yang juga memiliki warna dan bentuk bermacam-macam.

Terakhir kami dibawa menuju ruang pameran permata yang sudah menjadi bentuk-bentuk perhiasan siap pakai. Semuanya terpampang pada ratusan etalase yang berjajar dengan dipandu oleh para Sales Promotion Girl galeri ini. Tentu saja mereka menawarkan kepada semua pengunjung untuk membeli permata menurut yang disukai. Harganya ada yang murah dan sampai yang paling mahal. Ada yang hanya ratusan Baht tapi juga banyak yang harganya puluhan ribu bahkan ratusan ribu dan jutaan Baht.

Kekaguman kami bukan hanya melihat permata-permata yang berkilau dan sangat menarik perhatian kami. Kami juga kagum bagaimana mereka mengemas sebuah presentasi menjadi visualisasi yang menakjubkan. Sebuah pengalaman yang mengesankan dan tidak akan terlupakan. Sebagaimana mengesankan permata-permata itu. Pengalam di Gems Gallery adalah memorable experience yang luar biasa.

Saturday 29 March 2008

Eksotika Pattaya


Pattaya terletak kurang lebih 240 km sebelah tenggara Bangkok. Perjalanan bis bisa ditempuh dengan 3-4 jam. Kawasan wisata yang sangat terkenal dengan wisata baharinya ini memiliki beraneka macam pesona yang menawan.

Pantai yang terletak di wilayah Samudera Pasifik memiliki beragam eksotika yang menarik para wisatawan baik Asia maupun belahan benua lainnya. Pantai yang indah dengan pasir yang halus bisa menjadi teman menikmati tenggelamnya matahari. Para wisatawan Eropa biasanya berjemur mulai dari pagi hari menikmati cahaya matahari.
Di spanjang pantai berdiri hotel-hotel berbintang dan sarana wisata lainnya. Salah satunya adalah Hard Rock Café. Sebuah replika gitar berukuran raksasa menjadi icon kawasan ini dengan berlatar belakang Hard Rock Hotel.

Kawasan wisata Pattaya terkenal ke seluruh dunia karena kelengkapan sarana wisatanya yang terkenal dengan 5S (sand, sea, sun, show dan sex). Sand karena pantainya yang bagus dengan pasirnya yang halus. Sea adalah pemandangan laut dan olahraga air yang lengkap, seperti jetski, boat, cruiser, sampai kapal pesiar semua ada di Pattaya Beach. Sun adalah karena pemandangan matahari terbit dan terbenam yang eksotik. Show adalah karena disini pengunjung dimanjakan berbagai macam show yang menjadi trademark tersendiri seperti Cabaret Show di Alcazar, Model Show dan show-show yang lain. Termasuk juga Sex, yang sangat terkenal di dunia bahwa kawasan ini adalah termausk salah satu pusat kegiatan dewasa nomor satu di dunia.

Untuk mencari tempat menginap sama sekali bukan masalah sulit disini karena ada puluhan hotel berbintang di sepanjang pantai. Restoran dan kuliner lain juga dengan mudah kita dapatkan disana. Gallery, mall dan tempat belanja lainnya tentu saja menyertai para pengunjung setiap waktu.

Di malam hari, kawasan ini menjadi semakin ‘hidup’. Beraneka ragam show, bar,live music, traditional massage, body massage dan aneka massage lainnya.

Salah satu show yang menjadi simbol wisata di Pattaya adalah Cabaret Show. Bahkan ada pemeo belum ke Pattaya sebelum melihat show para waria ini. Bertempat di sebuah gdeung yang bernama Alcazar, show ini menarik perhatian banyak wisatawan. Bahkan untuk bisa menikmati show ini, para pengunjung harus melakukan reservasi paling tidak sehari sebelumnya agar tidak kehabisan tempat. Jumlah tempat terbatas, hanya 960 kursi sekali pertunjukan. Pengunjung cuma perlu membayar 600 Baht untuk sekali show-time. Pertunjukan ini menampilkan kebolehan para waria. Meskipun bukan wanita tulen, tapi kecantikan para waria yang tampil dalam pertunjukan ini bisa mengecoh penglihatan kita.

Malam hari di Pattaya menjadi sebuah momen untuk rileks bagi para wisatawan. Jika ingin mengendorkan otot, di sepanjang jalan dan banyak tempat tersedia berbagai jenis massage. Jika Anda bukan tipe orang yang suka menikmati show, silakan memilih aktivitas belanja. Salah satu hipermarket terkenal Big-C yang terletak tidak jauh dari Alcazar bisa menjadi alternatif. Saya sendiri lebih senang menghabiskan waktu di warnet yang ada di Mall tersebut untuk mengecek email dan meng-update blog sambil menikmati secangkir kopi instant.

Chao Phraya River dan Wat Arun



Sungai Chao Phraya membentang dari utara ke selatan sepanjang 360 km, meruapakan sungai paling panjang di Bangkok. Sungai ini membelah ibukota Thailand ini menjadi dua bagian, timur dan barat. Di sungai inilah dulu terkenal dengan pasar terapung (floating market) namun sekarang sudah tidak ada lagi orang berjualan di atas perahu seperti dulu. Hanya beberapa orang yang menjajakan suvenir dengan perahu dayung mendekati perahu motor yang dinaiki para wisatawan.

Sepanjang pinggir sungai Chao Phraya ini berdiri gedung-gedung tinggi, kampus, rumah sakit dan kuil-kuil megah yang berjejer. Di atas sungai ini juga banyak jembatan penghubung. Jembatan-jembatan yang besar menghubungkan bagian Timur dan Bagian Barat, seperti Jembatan Rama 8, Phra Pinklao Bridge, Memorial Bridge, Phra Poklao Bridge dan Somdej Phrajao Thaksin Bridge di bagian selatan kota Bangkok.

Kuil yang megah dan terkenal juga banyak berdiri di sepanjang Chao Phraya ini. Mulai dari bagian utara ada Wat Kaluhabadee, Dawndueng, Wat Muang Kae dan Wat Suwan di bagian selatan dan yang paling besar adalah Wat Arun.

Di sepanjang singaui ini juga berdiri banyak hotel berbintang, pasar bunga, sekolah, akademi kesehatan, rumah sakit kerajaan dan Istana Kerajaan, The Grand Palace juga kelihatan sangat indah jika dilihat dari sungai ini.

Wat Arun adalah salah satu kuil yang unik. Karena itulah, kuil ini menjadi salah satu tujuan para wisatawan dari berbagai penjuru negara di dunia. Wat artinya kuil dan arun artinya pagi. Ceritanya dulu ada seorang yang menemukan kuil di waktu pagi hari. Maka namanya terkenal dengan sebutan Wat Arun (Kuil Pagi).

Bangunan utamanya berbentuk mirip Candi Prambanan di Indonesia. Tingginya 67 meter dan bahan-bahan bangunanannya didatangkan khusus dari Cina. Disini juga pernah menjadi ibukota negara, sebelum pindah ke seberang sungai di Bangkok Timur.
Untuk menjelajahi seluruh bagian bangunan Wat Arun dibutuhkan stamina yang kuat karena tangganya tersusun dari bawah ke atas untuk menuju ke puncak candi. Dipastikan akan menguras tenaga untuk bisa mengelilingi seluruh bagian Wat Arun ini. Karena itulah sebagian wisatawan hanya memilih melihat dan berfoto dari bawah candi. Bahkan sebagian lagi langsung menuju ke sebelah candi yang merupakan pasar tradisional yang khusus menjual suvenir, seperti kaos, baju dan aksesoris lainnya.

Disini para wisatawan bisa mendapatkan oleh-oleh dengan harga yang relatif murah dan kualitas yang cukup bagus. Tidak seperti suvenir tshirt di tempat wisata lain (termausk di Indonesia) yang biasanya kaosnya memiliki kualitas ala kadarnya, disini kita bisa mendapatkan kaos bergambar aneka ragam ciri negara Thailand dari bahan berkualias cukup baik dengan harga relatif murah. Tshirt dewasa misalnya, hanya dijual 80-100 Baht dan tshirt anak-anak hanya dijual dengan harga 60-80 Baht.

Rombongan kami tidak menyia-nyiakan kesempatan berburu oleh-oleh di Wan Arun ini. Maka ketika waktunya pulang, tidak ada yang tidak membawa kantong plastik, bahkan ada yang membawa lebih dari satu kantong karena banyaknya barang belanjaan yang dibeli. Ada yang membawa tas, kaos, baju, sepatu, sandal, aksesoris dan pernik-pernik lainnya.

Grand Palace, Istana Raja dan The Emerald Budha


The Grand Palace, mulai dibangun pada tahun 1782 saat ibukota dipindahkan ke Bangkok. Istana ini bukan hanya sebagai tempat tinggal Raja dan keluarganya, namun juga berfungsi sebagai tempat ibadah, balai pertemuan dan sekaligus salah satu kantor pemerintahan kerajaan Thailand. Salah satu tempat yang sakral adalah Emerald Budha, tempat raja melakukan sembahyang.

Menduduki lahan seluas 22 km2, istana ini dikelilingi tembok pada keempat sisinya. Saat ini tidak lagi menjadi istana resmi kerajaan, karena istana yang baru telah dibangun di tempat lain, namun tidak bisa dikunjungi wisatawan. Saat ini Grand Palace hanya menjadi tempat wisata, peringatan-peringatan hari besar dan upacara adat kerajaan. Salah satu upacara yang sakral adalah acara wan char mung khun yaitu hari pelantikan raja (di kerajaan Jawa disebut jumenengan) yang diperingati setiap tanggal 5 Mei.

Pada tahun 1982, tepat pada peringatan 200 tahun pembangunan istana ini, dilakukan pembersihan total dan renovasi beberapa bagian tanpa mengurangi keaslian bangunan ini. Pada salah satu vihara yang diberi nama Prasat Phra Dhepbidorn (The Royal Pantern) yaitu tempat patung para raja, terdapat sebuah patung Budha yang dibawa dari salah satu Stupa Candi Borobudur, Indonesia. Waktu itu dilakukan tukar-menukar patung, Pemerintah Indonesia memberikan 4 patung Budha dari Borobudur dan Pemerintah Thailand memberikan 4 buah patung Gajah yang saat ini disimpan di Museum Gajah, Jakarta.

Komplek Grand Palace ini memiliki 34 rumpun bangunan. Ada bangunan khusus untuk penyimpanan abu jenazah Budha (Phra Siratana Chedi, yang berlapis emas dan berbentuk mirip Wat Arun), ada bangunan khusus menyimpan kitab suci (Phra Mondop), ada bangunan yang mirip Angor Wat (Model of Angor Wat), ada bangunan untuk menyimpan patung-patung para raja (Prasat Phra Dhepbidorn), ada juga bangunan khusus persemayaman jenazah keluarga kerajaan, yaitu Dusit Maha Prasat Hall, disinlah mendiang kakak Raja Bhumibol Adulyadej yang baru beberapa waktu lalu meninggal dunia, disemayamkan.

Pada salah satu bangunan yang disebut Temple of The Emerald Budha, terdapat patung Budha berukuran 48,3 cm dan tinggi 66 cm berbaju emas asli yang disesuaikan dengan 3 musim (summer, rainy dan winter), jadi bentuk bajunya akan menyesuaikan musim saat itu. Patung ini ditempatkan di puncak sebuah kuil persembahyangan yang ada di dalam rungan tempat berdoa umat Budha.

Adapun aula tempat pelantikan raja dinamakan Amarinda Winitchai Hall. Disinilah raja Bhumibol dilantik 61 tahun lalu. Saat itu usianya baru 19 tahun. Saat ini ruangan aula yang memiliki singgasana berayung 9 tingkat ini sering dipakai untuk acara perayaan ulangtahun raja.

Paket Wisata Yang Menggairahkan


Sebenarnya saya tidak termasuk yang akan ikut serta mengikuti wisata yang diselenggarakan oleh Indosat Regional Jawa Tengah dan DIY ini. Begitulah pengumuman yang disampaikan Head of Branch pada rapat para koordinator beberapa waktu lalu bahwa Manajemen memberikan reward kepada para Head of Reps se-regional ini untuk tur ke Bangkok bersama mitra media. Saya tidak termasuk yang disebutkan karena baru 2 bulan menjadi Kareps di Pekalongan ini. Dan karena ini reward, maka yang berhak adalah pejabat sebelum saya.

Namun saya terkejut ketika pada rapat para koordinator berikutnya disebutkan bahwa saya termasuk yang ikut serta dalam wisata ini, termausk juga mantan Kareps yang saya gantikan, Pak Ulung Prijowibowo.

Paket wisata yang dipandu oleh Janesak Travel Bangkok ini sangat menarik.
Hari pertama, keluar dari bandara internasional Suvarnabhumi dan memasuki kota Bangkok kami diajak makan malam di restoran D’Jit Pochana. Suguhan menu spesial Tom Yam dengan rasa yang mak nyuss membuat kami merasa di negeri sendiri. Kuahnya yang pas pedasnya, kaylan, ayam goreng dan sup hangat yang menjadi santapan kami malam itu menghilangkan rasa lapar yang belum hilang walaupun sudah makan di pesawat. Maklum, menu di pesawat yang ’hanya’ kentang dan lauk ayam, belum mengenyangkan. Kalau belum makan nasi ya belum makan…. Begitu istilah kami. Maka dari itu sajian D’Jit Pochana menjadi makanan yang berkesan pada malam pertama di Bangkok. Setelah itu kami mampir ke pasar malam Suan Lum Bazaar sebelum check-in di Grand Mercure Hotel, Park Avenue, tempat menginap kami malam itu.

Suan Lum adalah sebuah pasar tradisional yang menjajakan berbagai suvenir khas Thailand. Suasananya mengingatkan kita dengan Pasar Johar di Semarang. Selain bisa belanja, pengunjung juga bisa menikmati makanan di sebuah Pujasera (pusat jajan serba ada) yang ada di tengah pasar ini. Disini juga ada hiburan live music untuk menyertai pengunjung yang sedang menikmati makanan yang disajikan.

Pagi harinya kami mengunjungi Grand Palace, istana raja dibangun sejak tahun 1782 M, namun saat ini sudah tidak menjaditempat tinggal raja dan keluarganya. Isana ini hanya menjadi tempat pertemuan dan peristirahatan para tamu. Sedangkan istana raja sendiri tidak diperbolehkan untuk kunjungan wisatawan.

Kami juga mengunjungi Emerald Budha, kuil terbesar yang menjadi kebanggaan warga Bangkok dan masih terletak di lingkungan Grand Palace. Disana para wisatawan bisa melakukan persembahan kepada Budha yang patungnya terbuat dari emerald warna biru, mngambil air suci atau hanya sekedar melihat-lihat kuil yang bertahtakan perhiasan. Disini pula para raja biasanya melakukan sembahyang.

Dari Grand Palace, kami jalan kaki menuju dermaga tempat berlabuhnya boat untuk menyusuri sungai Chao Phraya. Di atas perahu motor inilah kami melihat pemandangan kota Bangkok dan bangunan-bangunan yang berjajar di pinggir sungai. Ada banyak kuil besar, rumah sakit megah dan kampus yang terlihat di sepanjang sungai ini. Istana The Grand Palace juga terlihat begitu indah dari atas perahu ini. Kemudian dengan diantar nahkoda boat yang disampingi istrinya, kami menuju Wat Arun, kuil yang dengan candi yang menjulang tinggi mirip Prambanan. Disinilah kami banyak menghabiskan Baht untuk membeli oleh-oleh untuk temana dan kerabat.

Setelah berbelanja kami kembali naik perahu motor yang sudah menunggu menuju Wan Fah Restaurant untuk makan siang. Masakan khas chinese food dan hidangan buah-buahan menyegarkan kembali stamina kami yang hampir habis untuk berjalan-jalan mendaki candi Wat Arun dan berburu suvenir.

Selesai makan siang kami menuju arah Pattaya. Letaknya kurang lebih 240 km dari Bangkok dan ditempuh dalam waktu kurang lebih 3 jam.

Dalam perjalanan ke Pattaya, pemandu mengajak kami singgah di Gems Gallery, show room permata terbesar di Thailand. Suguhan mengesankan saat kami diajak naik kereta ke dalam gua dan mengikuti diorama pplus audio visual proses pengolahan permata. Kemasan sajian yang luar biasa membuat kami terkagum-kagum, bukan hanya kepada keelokan permata, namun juga penyajian cerita yang sangat menarik dan mengesankan. Di akhir rute Gems Gallery, kami diajak melihat secara langsung workshop pengolahan permata dan pameran aneka rupa permata, zamrud, berlian, jade dan logam mulia lain yang menakjubkan.

Agenda malam hari ini di Pattaya adalah ke Hard Rock Café Pattaya, foto-foto di pantai, makan malam restoran Grand Pattaya Hotel, menonton Cabaret Show di Alcazar bagi yang mau, menonton Model Show, jalan-jalan di Big-C supermarket lalu check-in ke Mercure Pattaya, tempat kami menginap malam itu.

Sebelum tidur, kami sempat jalan-jalan ke Walking Street, naik Tuk-tuk yang menjadi kendaraan suttle dari hotel ke jalan raya, dan membeli suvenir kecil yang bisa dibawa. Sebagian yang lain pergi menonton pertunjukan yang banyak tersedia di komplek wisata yang terkenal ini.

Esok harinya, setelah makan pagi di hotel, kami menuju Nong Noach Village. Sebelumnya singgah sebentar di Treprasit Project Co. Ltd, yakni sebuah perusahaan pengolahan madu, Bee Pollen dan Royal Jelly. Oleh pramuniaga disana kami dijelaskan proses pembuatan madu, khasiat madu, bee pollen dan royal jelly. Hampir semua anggota rombongan tertarik membeli produk ini setelah mencoba dan dijelaskan khasiatnya.

Di Nong Noach Village, kami mendapat pertunjukan seni tradisional Thailand, tarian, atraksi bedug dan Thai Boxing serta pertunjukan gajah sampai makan siang.
Setelah makan siang dan sholat, kami melanjutkan perjalanan menuju Sri Racha Tiger Zoo.

Disana peserta tur diajak menikmati suguhan atraksi-atraksi menarik dari berbagai jenis biantang. Ada Tiger Show, Crocodile Show dan Pig Racing. Disini juga ada Tiger Education Centre dan Crocodile Education Centre, tempat pendidikan bagi para singa dan buaya dalam belajar melakukan atraksi. Ada juga pertunjukan babi yang terampil dalam menghitung.

Dari Sri Racha Zoo rombongan melanjutkan perjalanan ke arah Bangkok. Kurang lebih satu jam sebelum sampai Bangkok, kami mampir di tempat pembelian makanan khas Thailand. Ada aneka kripik dari buah-buahan. Hidangan kelapa bakar yang manis dan harum menjadi pengobat rasa haus di tengah terik matahari Suchumvit Highway.
Menjelang petang, saatnya kami melanjtkan perjalanan menuju kota Bangkok. The Royal Dragon adalah sasaran berikutnya. Di Restoran terbesar di dunia versi Guiness Book of Records tahun 1992 inilah kami akan menikmati makan malam. Tepat jam 19.00 waktu setempat kami menikmati hidangan masakan khas Cina yang menggoyang lidah. Di samping hidangan yang lezat kami juga kagum dengan pelayanan yang atraktif. Selengkapnya baca “The Royal Dragon, Pelayan ber-flying-fox dan Sepatu Roda.”

Agenda terakhir malam ini adalah jalan-jalan di salah satu kawasan Mall terbesar di Bangkok. Tepatnya di MBK. Tidak jauh dari sini juga ada Siam Square dan Hard Rock Bangkok. Masih ada beberapa suvenir yang bisa kami bawa untuk melengkapi oleh-oleh sebelum akhirnya kami kembali ke Hotel Grand Mercure, tempat pertama kami menginap di ibukota negaranya Dr. Thaksin ini.

Malam terakhir kami habiskan untuk mengemas barang-barang yang sebagian besar tidak muat lagi masuk ke dalam koper yang kami bawa. Travel-bag para peserta rata-rata sudah ‘beranak’ karena banyaknya bawaan tambahan berupa suvenir dan oleh-oleh lain.
Esok hari, ketika matahari belum lagi terbit, kami telah berkumpul di bis untuk menuju bandara dan bersiap pulang kembali ke negara tercinta, Indonesia.
Koppun Krap Bangkok…. Koppun Krap, Indosat.

Kota Penuh Keramahan


Sejak pertama menginjakkan kaki di Bangkok hingga meninggalkan negeri gajah ini, satu hal yang sangat berkesan adalah keramahan yang kami terima dari hampir semua orang yang kami temui.

Senyuman, sapaan dan ucapan terima kasih dengan mengatupkan kedua telapak tangan di depan dada sambil mengucapkan Kop Pun Krap… atau Kop Pun Ka…selalu menjadi hidangan setiap kami datang atau meninggalkan tempat yang kami kunjungi.

Mulai dari pemandu wisata yang selalu menghiasi wajahnya dengan senyuman dan sikap melayani yang luar biasa, bapak sopir bis yang juga selalu mengantarkan rombongan tur ke tempat tujuan dengan penuh helpful sampai para penjaja makanan maupun pedagang suvenir. Keramahan juga ditunjukkan oleh para penjual tiket pertunjukan, petugas administrasi, pengawal istana sampai para polisi wisata.

Ketika mengunjungi Wat Arun misalnya, saya sangat kagum dengan sikap para penjual suvenir yang melayani dengan cekatan dan ramah. Meskipun barang yang dijual tidak bisa ditawar karena mereka memberikan harga pas, tapi kualitas barang yang dijual memang memuaskan kami. Dengan bahasa Indonesia yang cukup baik, penjual yang rata-rata wanita ini melayani dengan penuh antusias. Mereka bahkan sering menggunakan istilah-istilah prokem yang sedang ngetren di Indonesia, bahkan saat saya memasuki sebuah toko, ibu pemilik toko memutar lagu Ebiet G Ade, seakan tahu lagu kesukaan saya itu.

Saya jadi teringat beberapa bulan lalu mengunjungi Pasar Klewer bersama beberapa teman kantor. Waktu itu kami baru pulang kondangan pesta pernikahan rekan kami. Sebelum pulang ke Tegal, kami mampir untuk membeli oleh-oleh di pasar terbesar di Jawa Tengah ini. Solo yang menjadi icon keramahan orang Jawa, ternyata tidak serta merta kami terima di pasar ini. Ibu penjual jajan khas kota keraton ini bahkan melayani dengan sikap sangat ketus dan bahasa yang menyakitkan telinga, nyelekit menurut istilah di kampung saya. Saat kami tidak jadi membeli, bahkan si Ibu sempat mengucapkan kata-kata sinis yang menyakitkan hati.

Berbeda dengan sikap yang kami terima selama di Bangkok ini, hampir semua orang menyapa dan melayani dengan ketulusan, bahkan jika kami tidak jadi membeli barang sekalipun mereka tetap mengucapkan terima kasih atas kedatangan kami.

Jangan ditanya keramahan para pramugari di pesawat Thai Airways internasional yang kami tumpangi dari Jakarta ke Bangkok dan sebaliknya, sangat kontras dengan pelayanan pramugrai Garuda Indonesia yang kami ikut naik dari Jakarta ke Semarang. Atau jangan ditanya keramahan para nong-nong yang menunggu pelanggan di panti-pnati pijat yang tersebar hampir di semua tempat di Bangkok dan Pattaya.

Jangan ditanya keramahan para model di lokasi Model Show. Jangan ditanya keramahan para artis di Alcazar Show. Jangan ditanya!

Ibukota Berpindah 4 Kali


Bangkok adalah sebuah provinsi yang menjadi ibukota kerajaan Thailand saat ini. Sebelumnya beberapa kota pernah menjadi ibukota kerajaan. Pertama kali ibukota di wilayah utara negara ini, Sukuthai, kemudian pindah lagi ke Ayuthaya. Di bagian barat sungai Chao Phraya, wilayah Thonburi, juga pernah menjadi ibukota negara ini. Disanalah berdiri kuil legendaris, Wat Arun.

Baru sejak tahun 1782, pihak kerajaan memindahkan ibukota ke Bangkok dan sejak saat itu pula dibangun Istana Kerajaan ‘The Grand Palace’ yang terletak di bagian timur sungai Chao Phraya.

Memiliki luas 1500 km2, Bangkok berpenduduk kurang lebih 10 juta jiwa di siang hari dan 8,5 juta di malam hari. Hampir sama dengan ibukota negara lain, di siang hari penduduk lebih banyak karena para pekerja urban yang datang dari kota-kota lain di sekitar ibukota. Jakarta, ibukota negara kita dihuni oleh 11 juta orang di siang hari dan 8 juta di malam hari. Selisihnya adalah para komuter yang berangkat dari rumah mereka pagi-pagi dan pulang lagi malam harinya ke daerah-daerah Bogor, Bandung, Depok, Tangerang, Bekasi dan sekitarnya.

Kota ini dibagi menjadi dua bagian oleh sungai Chao Phraya, yaitu Bangkok bagian timur dan Bangkok bagian Barat.

Selain The Grand Palace yang dikunjungi ribuan wisatawan setiap harinya, ada banyak tempat wisata yang menarik tersebar di kota ini. Wat Arun atau yang juga terkenal dengan sebutan Temple of the Dawn juga menjadi objek wisata yang diidamkan banyak tamu dari negara lain. Beberapa tempat lain yang menarik adalah Monumen Demokrasi, yang terletak di persimpangan Kao San Road dan Dinso Rd, Wat Saken atau yang terkenal dengan sebutan Golden Mount, Wat Ratchanadda yang terletak tidak jauh dari candi Wat Saken.

Ada juga Museum Vimanmek, Royal Barges Museum, Monumen King Rama V yang bisa dikunjungi, Monumen Kebebasan (Victory Monument) yang terletak di wilayah Ratchathewi dan wisata kebun binatang Dusit Zoo (Kaho Din).
Di luar kota Bangkok, Thailand memiliki banyak sekali tempat kunjungan wisata bertaraf internasional. Setiap hari ribuan wisatawan asing dari berbagai negara berkunjung baik untuk menikmati indahnya pantai, wisata belanja atau hiburan yang disuguhkan. Sebut saja Pattaya, Noong Nocch Village, Tiger Zoo, Chiang May, Chiang Ray atau Pulau Phuket.

Tuk-tuk adalah transportasi khas Thailand yang banyak kita temui di hampir setiap tempat. Kendaraan beroda tiga ini juga menjadi transportasi suttle di beberapa hotel berbintang. Selian Tuk Tuk, ada bis, taksi dan kendaraan sewa yang bisa Anda gunakan untuk mengelilingi kota.

Yang tidak kalah menarik adalah wisata kuliner di negeri ini memberikan sensasi kenikmatan masakan khas dan paket Romantic Dinner di atas boat. Salah satu wisata kuliner yang menarik adalah makan di restoran terbesar sedunia versi The Guiness book of Record tahun 1992, The Royal Dragon.

Thailand, Tanah Merdeka yang Tak Pernah Dijajah


Sawatdi Krap…
Yin di ton rap fi Bangkok


Ucapan ramah menyambut kami begitu menginjakkan kaki di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok. Selamat siang, selamat datang di kota Bangkok, begitulah kira-kira arti kalimat tersebut. Seorang laki-laki berusia kurang lebih 30 tahun yang akan menjadi pemandu kami selama melakukan tur di Bangkok dan Pattaya dalam 3 hari ke depan. Dengan bahasa Indonesia yang sangat lancar, guide dari Janesak Travel Co. Ltd. Bangkok tersebut langsung menyalami kami, memperkenalkan diri dan mengantar kami menuju bis yang akan membawa kami berkeliling.

Sampai di luar bandara, seorang wanita cantik berpakaian adat Thailand menyambut kami dengan kalungan bunga yang terangkai cantik pula. Kami ibarat rombongan wisatawan yang pertama kali hadir di sebuah momentum tahun kunjungan wisata. Jadi teringat bahwa tahun 2008, pemerintah kita membuat program wisata Visit Indonesia 2008.

Setelah berfoto dengan nong cantik tersebut, kami menaiki bis yang telah disiapkan. Jumlah rombongan ada 25 orang termasuk pemandu. Bangunan bandara yang membuat kami takjub sejak turun dari pesawat semakin membuat kami terpesona ketika melihat bangunan dari luar gedung. Dengan model bangun yang futurisktik, pantas sekali pelabuhan udara ini menjadi bandara internasional.

Awalnya, kami melihat Thailand ini tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Melihat bentuk bangunan, struktur tanah, tata kota dan jalanraya, sepertinya hampir sama dengan Jakarta, Semarang atau kota-kota besar lain di Indonesia. Apalagi saat memasuki perbatasan kota Bangkok, rumah susun yang tidak terlalu rapi, sungai yang agak jorok, perkampungan sedikit kumuh, beberapa masjid di kejauhan, jalanan yang mulai macet mengingatkan suasana ibokata negara kita.

Sejak bis berjalanan, pemandu menceritakan banyak hal tentang latar belakang negara Thailand, kota Bangkok, situasi ekonomi dan politik terkini, perdagangan dan pariwisata yang menjadi tumpuan pendapatan negara yang juga disebut Muangthai ini.
Thailand berasal dari kata Thai yang berarti merdeka (juga merupakan nama suku yang tinggal di bagian utara negara ini) dan Land yang berarti tanah. Jadi Thailand adalah tanah merdeka. Negara ini tidak pernah dijajah bangsa lain. Maka dari itu negara ini tidak memiliki Hari kemerdekaan. Mereka hanya memperingati hari ulangtahun ibukota, hari ulangtahun raja atau hari naik tahtanya raja (jumenengan, dalam adat keraton).

Dengan jumlah penduduk kurang lebh 63 juta jiwa, negara yang memiliki nama lain Siam dan Muangthai ini terdiri dari 3 suku besar yang tinggal di bagian utara (tai), selatan dan timur (suku isan). Meskipun ada beberapa gejolak di bagian selatan negeri ini, namun secara umum keadaan negara ini relatif aman. Terjadinya kudeta yang sudah mencapai 20 kali tidak terlalu berpengaruh pada stabilitas ekonominya yang selalu pulih setelah ada gejolak.

Dipimpin oleh seorang raja dan kegiatan pemerintahan dijalankan oleh Perdana Menteri, negeri penghasil buah-buahan ini penduduknya sebagian besar beragama Budha dan Hindu. Sebagian lainnya beragama Kong Hu Cu, Kristen, Katolik dan Islam.

Raja Bhumibol Adulyadej yang tahun lalu merayakan ulangtahunnya ke-81 dan masih berkuasa sampai saat ini telah menduduki tahtanya selama 61 tahun lebih.